Jumat, 13 Mei 2016

Penciptaan Alam Semesta

Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an pada Surat Al-An'am :

Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (Al Qur’an, 6:101)



 "Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (Al Qur’an, 6:73)


"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy {548}. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS: Al A'raaf: 54)

        Keterangan yang diberikan Al Qur’an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan “Big Bang”, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
         
         Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur’an 1.400 tahun lalu. Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.(Harun Yahya)
















Referensi :
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/07/m0hfkz-subhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-penciptaan-alam-semesta 
http://www.tahttp://www.takrim-alquran.org/penciptaan-alam-semesta/krim-alquran.org/penciptaan-alam-semesta/

Rabu, 11 Mei 2016

Mengembangnya Alam Semesta

Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:

Surat Adz-Dzariyat ayat 47
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
 (Al Qur’an, 51:47)

        Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al- Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini. Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”
      Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

      Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
        Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup(Harun Yahya)















Referensi :

Sabtu, 07 Mei 2016

Atap yang Terpelihara

       Dalam Al Qur’an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit, surat Al-Anbiyaa' ayat 32



“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya.” (Al Qur’an, 21:32)

         Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20. Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
         Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi
           Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol. Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
            Dr. Hugh Ross berkata tentang peran penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnet yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius, tetapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi.(http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)

   Gambar disamping memperlihatkan sejumlah meteor yang hendak menumbuk bumi. Benda-benda langit yang berlalu lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah, Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.

        Kebanyakan manusia yang memandang ke arah langit tidak pernah berpikir tentang fungsi atmosfir sebagai pelindung. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka tentang apa jadinya bumi ini jika atmosfir tidak ada.gambar disamping  adalah kawah raksasa yang terbentuk akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh di Arizona, Amerika Serikat. Jika atmosfir tidak ada, jutaan meteorid akan jatuh ke Bumi, sehingga menjadikannya tempat yang tak dapat dihuni. Namun, fungsi pelindung dari atmosfir memungkinkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya dengan aman. Ini sudah pasti perlindungan yang Allah berikan bagi manusia, dan sebuah keajaiban yang dinyatakan dalam Al Qur’an. 

            Intinya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur’an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.(Harun Yahya)








Referensi :

Jumat, 06 Mei 2016

Keajaiban Pelangi dalam Pandangan Islam

      Pelangi kerap kita lihat baik itu ketika sinar matahari muncul setelah hujan maupun ketika sinar matahari menyinari permukaan air baik itu air terjun. Intinya dari pelangi adalah ketika cahaya matahari dibiaskan.       Diantara nikmat tidak terhingga yang diberikan oleh Allah kepada makhluk-Nya itu terwujud secara harfiah dalam bentuk kekayaan warna-warni yang bisa kita nikmati. 
       Keaneka ragaman warna  untuk dipandang ini diungkapkan oleh Sang Pencipta  melalui Surat Al- Faathir ayat 27

"Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat"
 (QS al-Faathir [35]: 27)

A. Proses terjadinya Pelangi
       Pelangi adalah salah satu fenomena optik yang terjadi secara alami dalam atmosfer bumi. Pelangi terbentuk karena pembiasaan sinar matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfer, sehingga melalui tetesan air itu cahaya matahari di "bengkokkan" sedemikian rupa.
        Pada Abad ke - 17 ilmuan Inggris, Sir Isaac Newton, menemukan bahwa cahaya putih matahari sebenarnya adalah campuran dari berbagai warna. Menurut Newton ada 7 warna yang sebenarnya terdapat dalam matahari, yaitu warna Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu yang biasa kita sebut dengan "Mejikuhibiniu". Sehingga ketika cahaya matahari terkena pantulan air hujan, ia akan membentuk lengkungan dengan warna - warni yang indah, sehingga terjadilah apa yang kita sebut "Pelangi"    
 
       Kalau Anda mencari ayat tentang pelangi di Al-Qur’an, maka inilah ayat-Nya, di ayat tersebut memang hanya disebut putih, merah dan aneka macam warna. Tetapi warna putih adalah perpaduan antara seluruh warna, dari warna putih inilah setelah ‘dibelokkan’ oleh molekul-molekul air di udara dan dilihat dari sudut pandang tertentu, dia akan memunculkan aneka warna yang disebut pelangi.
        Sedangkan warna merah adalah warna dengan gelombang panjang tertinggi yang bisa dilihat oleh mata manusia (620-750 nm) , warna-warna lain panjang gelombangnya di bawah rentang ini.

         Lantas apa hubungannya antara warna pelangi di langit dengan warna-warninya buah-buahan yang disebut di ayat yang sama tersebut? Itulah salah satu bukti kebenaran Al-Qur’an bahwa ada satu pencipta yang sama di antara apa yang ada di langit dengan yang ada di bumi. Bila Anda sempat mengumpulkan aneka ragam buah-buahan yang ada di bumi, maka Anda akan bisa mengumpulkannya secara lengkap sesuai urutan gradasi warna yang ada di pelangi – selalu ada warna buah yang pas dengan warna pelangi.
















Referensi : 
 

Kamis, 05 Mei 2016

Matahari Dalam Al-Qur’an & Sains

Matahari dalam Bahasa Arab adalah الشمس. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matahari diartikan sebagai suatu benda angkasa yang menjadi pusat tata surya yang berisi gas dan mendatangkan terang dan panas pada bumi saat siang hari. Matahari  sebagai pusat tata surya, Matahari juga merupakan sumber energi untuk kehidupan yang berkelanjutan. Nicolaus Copernicus adalah orang pertama yang mengemukakan teori bahwa Matahari adalah pusat peredaran tata surya pada abad 16. Teori ini kemudian dibuktikan oleh Galileo Galilei dan pengamat angkasa lainnya. Teori yang kemudian dikenal dengan nama heliosentrisme ini mematahkan teori geosentrisme (bumi sebagai pusat tata surya) yang dikemukakan oleh Ptolemeus.
           Bentuk dari matahari itu sendiri bulat dan terdiri dari plasma panas bercampur medan magnet. Diameternya sekitar 1.392.684 km, kira-kira 109 kali diameter Bumi, dan massanya (sekitar 2×1030 kilogram, 330.000 kali massa Bumi).
Adapun ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan penjelasan diatas yaitu:
1.   Surat al-Furqān ayat 61

"Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya (Al-Furqan : 61)"
2.   Surat Asy-Syams ayat 1-2.

"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya (Asy-Ayams :1-2)"


Beberapa ayat di atas memunculkan jawaban bahwa pengertian yang sifatnya sains di atas adalah benar yang sudah tercantum di dalam al-Qur’an. Dapat ditarik kesimpulan bahwa matahari adalah suatu benda yang berada di angkasa yang menjadi pusat tatat surya dan bisa menghasilkan panas. Pengertian ini sesuai dengan ayat - ayat Al-Qur'an diatas.






Referensi :

Rabu, 04 Mei 2016

Langit yang Mengembalikan

       Ayat ke-11 dari Surat Ath-Thariq dalam Al Qur’an, mengacu pada fungsi “mengembalikan” yang dimiliki langit.

 
“Demi langit yang mengandung hujan.” (Al Qur’an, 86:11)

            Kata yang ditafsirkan sebagai “mengandung hujan” dalam terjemahan Al Qur’an ini juga bermakna “mengirim kembali” atau “mengembalikan”. Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi “pengembalian” dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut. 

     Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan. 



     Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
     Lonosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
       Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur’an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur’an adalah firman Allah.





Referensi :

Selasa, 03 Mei 2016

Besi Bukan Diciptakan di Bumi, Melainkan Langsung Diturunkan dari Langit


    Besi merupakan sejenis logam yang sangat berguna bagi kebutuhan manusia. Dan ternyata dalam al-Qur’an pun sudah dijelaskan. Asal mula besi juga sudah tertera dalam al-Qur’an. Kita mengetahui asal besi itu dari para ilmuan yang menelitinya. Padahal Allah telah menjelaskannya 1400 tahun yang lalu.
      Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam al-Qur’an. Dalam Surat al-Hadid, yang berarti “besi” kita diberitahu sebagai berikut: 
Surat Al-Hadid ayat 25
 “…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ….” (Al-Hadid, QS 57 : 25)
         Kata arsalnaa” yang berarti “kami turunkan” khusus digunakan untuk besi. Dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni “secara bendawi diturunkan dari langit,” kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.
          Seorang ilmuwan terkenal yang menjadi pembicara dalam seminar ‘Mukjizat Ilmiah al-Qur’an al-Karim,’ DR Strogh yang juga begitu tersohor di kalangan Badan Antariksa Amerika, NASA mengatakan, “Kami telah melakukan berbagai penelitian terhadap sejumlah barang tambang bumi dan sejumlah penelitian laboratorium. Namun hanya satu jenis barang tambang yang sangat membingungkan para ilmuan, yaitu besi. Dari sisi kapasitasnya, besi memiliki bentuk (struktur) yang unik. Agar elektron-elektron dan nitron-nitron dapat menyatu dalam unsur besi maka ia butuh energi yang luar biasa mencapai 4 kali lebih besar dari total energi yang ada di planet matahari kita.”
         Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova.”    
        Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa. Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke bumi,” persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.


Referensi :